Kasus Masjid Babri Bebani Hubungan Hindu dan Muslim di India
11 November 2019India bersiap menghadapi gejolak baru usai Mahkamah Agung menyerahkan lahan bekas Masjid Babri kepada umat Hindu dan sekaligus mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari separuh abad. Menyambut keputusan tersebut sebanyak 12.000 polisi diterjunkan ke Ayodhya untuk mencegah kerusuhan massal.
Umat Hindu meyakini lahan yang menjadi Masjid Babri dulu merupakan situs agama yang dibangun untuk menghormati tempat kelahiran Dewa Rama. Masjid itu dibangun pada 1528, di era Raja Mughal pertama, Babur. Namun sejak Desember 1949, umat Hindu secara aktif mengklaim situs tersebut sebagai miliknya.
Dalam keputusannya Mahkamah Agung memerintahkan agar kaum muslim diberikan lahan pengganti seluas dua hektar untuk membangun masjid baru di Ayodhya. Kisruh kepemilikan lahan ini adalah salah satu konflik paling panas di India. Saat kelompok Hindu garis keras menghancurkan Masjid Babri pada Desember 1992, kerusuhan sektarian yang meletus menelan lebih dari 2.000 korban jiwa.
Saat itu muslim radikal Pakistan membalas dengan menghancurkan belasan kuil umat Hindu.
Zarfaryab Jilani, Anggota Dewan Wakaf Sunni di negara bagian Uttar Pradesh, menilai keputusan tersebut "tidak memuaskan" dan mengaku sedang menyiapkan langkah hukum lanjutan untuk membatalkan putusan tersebut. "Lahan seluas dua hektar ini tidak berarti apapun buat kami," ujarnya.
Mahkamah Agung mengakui pengrusakan Masjid Babri pada 1992 merupakan "pelanggaran terhadap status quo yang diperintahkan pengadilan." Namun majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman pada mereka yang bertanggungjawab atas aksi tersebut. Mereka menilai klaim Hindu terkait tempat kelahiran Dewa Rama "tidak terbantahkan lagi."
Keputusan Mahkamah Agung diyakini akan semakin memoles citra Perdana Menteri Narendra Modi yang menjanjikan akan mengembalikan lahan Masjid Babri kepada umat Hindu untuk dibangun kuil baru. Pasca keputusan diumumkan, warga Hindu di Ayodhya membanjiri jalan sembari membagikan manisan. Pada malam hari mereka menyalakan lilin dan kembang api.
"Semua sudut pandang dikaji dengan matang dan semua pihak mendapat kesempatan mengekspresikan sudut pandang yang berbeda. Putusan ini akan semakin memperkuat kepercayaan masyarakat pada proses peradilan," tulis PM Modi lewat akun Twitternya.
Sebaliknya ungkapan muram dilayangkan Islamabad. Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi, menyebut putusan tersebut mengindikasikan "pola pikir yang berbasis pada kebencian," milik pemerintah Modi.
Menyusul keputusan Mahkamah Agung pemerintah memperketat pengawasan terhadap media sosial. Hampir 100 orang dikabarkan telah ditangkap menyusul dugaan delik ujaran kebencian. Pemerintah menegaskan kepolisian akan mengambil kebijakan "nol toleransi" terhadap provokasi kebencian di media-media sosial.
Menurut kepolisian, sejauh ini tercatat sebanyak 8.275 unggahan di media sosial telah dihapus atau diberi peringatan untuk segera dihilangkan. "Semua tindakan kriminal di internet akan diawasi dan ditindaklanjuti," kata Rama Sastry, Direktur Jendral Kepolisian di Uttar Pradesh.
Kepolisian juga ikut menugaskan 5.000 petugas keamanan untuk mencegah serangan terhadap minoritas muslim yang hanya mewakili 6% dari total populasi Ayodhya yang sebesar 55.500 penduduk.
Suasana mencekam masih menguasai kota kecil itu ketika kepolisian memulangkan semua peziarah Hindu yang ingin menyambangi situs Babri untuk menyambut putusan Mahkamah Agung. Buat komunitas muslim di Ayodhya, hilangnya hak atas lokasi Masjid Babri ditanggapi dengan pasrah.
"Saya pasrah dengan keputusan ini dan memulangkan semua urusan kepada Allah," kata Mohammad Azam Qodri, seorang imam Masjid di Ayodhya.
rzn/vlz (AP, RTR)