Mallorca Resah Karena Ulah Turis Mabuk dan Berpesta Liar
30 Juni 2023Miguel Canellas prihatin dengan pariwisata dan pesta yang berlebihan di ibu kota Mallorca, Palma. Ia mengatakan kepada DW "situasinya lebih buruk daripada tahun-tahun sebelumnya." Canellas adalah kepala asosiasi penduduk lingkungan Las Maravillas, yang terletak di salah satu kawasan paling hype di daerah pariwisata di Palma.
"Kami bergantung pada pariwisata," kata Canellas. "Tapi kita masih ingin bisa hidup damai." Ia menambahkan bahwa pada malam hari banyak warga yang tidak lagi keluar rumah karena takut.
Hotspot untuk berpesta di Palma, yakni resor pantai Playa De Palma, menarik banyak pengunjung setelah pandemi Covid-19 selama bertahun-tahun. Di wilayah ini, tidak jarang ditemui sekelompok besar turis asal Jerman yang ingin bersantai.
Tapi Playa de Palma juga adalah daerah tujuan pilihan bagi puluhan ribu siswa sekolah menengah dari daratan Spanyol yang ingin merayakan kelulusan mereka. Lokasi ini dianggap ideal dengan adanya jajaran bar dan klub malam di kawasan pejalan kaki di sepanjang pantai sepanjang lima kilometer itu.
"Masalahnya adalah orang-orang juga berpesta di jalanan," kata Juan Miguel Ferrer, pemilik restoran di daerah itu, yang mendirikan inisiatif Pantai Palma pada tahun 2015. Ia berharap dapat mengubah citra tempat hiburan malam yang agak norak ini menjadi tujuan wisata yang lebih berkelas.
"Bersenang-senang, berpesta, tidak masalah sama sekali," kata Ferrer. "Tapi tolong jangan di jalan-jalan."
Pebisnis lokal bunyikan alarm peringatan
Asosiasi Hotel Playa de Palma, yang saat ini mewakili 114 hotel, setuju bahwa menjadi tujuan pariwisata untuk berpesta tidak menjadi masalah, asalkan tidak berlebihan. Asosiasi ini juga mempromosikan Playa de Palma sebagai tujuan keluarga, tempat para turis dapat melakukan berbagai aktivitas, tidak hanya berpesta.
Namun kenyataannya sangat berbeda, setidaknya sepanjang tahun ini. Menjelang tengah hari, pantai telah berubah menjadi daerah tempat minum alkohol. Speaker portabel mengeluarkan suara musik pop dan botol bir kosong berserakan di pasir pantai. Turis mabuk terhuyung-huyung di sepanjang pantai. Udara dipenuhi aroma pesing, bir, krim anti sinar matahari, dan bau minyak goreng.
Pengelola hotel, pemilik restoran dan operator klub malam di daerah tersebut telah mengeluarkan pernyataan publik mengecam keadaan ini. Organisasi payung mereka menyebut situasi ini "mengkhawatirkan" dan "tak tertahankan". Mereka juga menyoroti tidak diaturnya konsumsi alkohol di ruang publik dan kurangnya peraturan yang efektif untuk menghukum perilaku gaduh merugikan daerah tersebut.
Dewan kota dan pemerintah setempat mencoba menangani masalah ini selama bertahun-tahun. Sebuah undang-undang yang mulai berlaku pada tahun 2020 dan bertujuan untuk memperbaiki situasi tersebut menyatakan bahwa "(Pariwisata untuk pesta) sangat bertentangan dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing pulau lewat pariwisata yang berkelanjutan, bertanggung jawab, dan berkualitas tinggi."
Perundang-undangan tersebut, hingga saat ini, menandai upaya paling gigih untuk mengendalikan pariwisata yang mengandalkan minuman keras, meski sejauh ini tidak berhasil.
Kehadiran banyak polisi bisa lebih membantu?
Para pelaku bisnis perhotelan, pemilik restoran, dan klub malam meminta pihak berwenang untuk "mengambil tindakan tegas dan efektif untuk mengatasi situasi yang tidak dapat dipertahankan ini."
Mereka ingin adanya peraturan dan sanksi yang jelas untuk secara tegas mencegah konsumsi alkohol di ruang publik. Selain itu, mereka ingin adanya peningkatan kehadiran anggota polisi untuk memastikan dipatuhinya peraturan tersebut.
"Masalahnya adalah larangan itu tidak diberlakukan sama sekali," kata Juan Miguel Ferrer, pemilik restoran lokal.
Polusi suara, minum minuman keras secara massal di ruang publik, botol kaca yang dibuang berserakan di pantai, semua ini telah dilarang selama bertahun-tahun. Namun tidak ada yang melakukan intervensi untuk menegakkan larangan tersebut. Wisatawan secara teknis akan dikenai denda besar karena melanggar aturan tersebut, tapi di Playa de Palma sama sekali tidak terlihat adanya polisi.
Miguel Canellas dari asosiasi penduduk setempat percaya bahwa kurangnya penegakan hukum adalah masalah sebenarnya.
"Tidak ada cukup petugas polisi di sini," kata Canellas. Petugas yang lewat di daerah itu datang dengan sepeda motor atau mobil patroli.
"Tapi itu tidak membantu," kata Canellas, yang berpendapat bahwa petugas harusnya berjalan kaki atau bersepeda melewati area tersebut, agar mereka dapat mendekati wisatawan secara langsung dan jika perlu menjatuhkan denda di tempat. "Itu akan berdampak langsung."
Namun ini semua lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Sanksi pelanggaran menjadi lebih rumit saat melibatkan turis asing. Palma belum menemukan cara yang efisien untuk mengumpulkan denda dalam kasus seperti itu. Menurut juru bicara kepolisian, hukum Spanyol tidak mengizinkan pembayaran denda di tempat. Ini berarti petugas polisi Mallorca hanya bisa menegur turis yang berisik dan mabuk.
(ae/hp)