Mampukah Pakistan Tumpas Militan Bersenjata?
2 Juli 2024Operasi militer bernama Azm-e Istehkam atau bertekad demi stabilitas dalam bahasa Urdu itu diumumkan Perdana Menteri Shehbaz Sharif pekan lalu di Islamabad.
Pengumuman tersebut merespons eskalasi konflik, di mana hampir setiap hari ada aparat keamanan yang gugur akibat serangan kelompok militan.
Sedikitnya 62 serdadu, termasuk dua perwira, dinyatakan tewas sepanjang tahun ini. Militer Pakistan sebaliknya mengklaim telah membunuh 249 terduga gerilyawan dan menangkap 396 tersangka teroris, melalui 13.000 operasi intelijen.
Sebagian besar serangan ini diklaim oleh Tehreek-e-Taliban Pakistan, TTP, yang memayungi berbagai kelompok militan dan melancarkan perang dengan misi menggulingkan pemerintahan di Islamabad.
TTP ingin menjadikan Pakistan sebagai negara agama yang diatur secara ketat berdasarkan syariah Islam.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Eskalasi lintas batas?
Kelompok ini secara ideologis sejalan dengan Taliban Afganistan, yang merebut kekuasaan pada tahun 2021 menyusul penarikan mundur pasukan AS dan NATO setelah 20 tahun berperang.
Islamabad sejak itu berulang kali menuduh Kabul menampung pelarian militan dari Pakistan, yang selama ini dibantah penguasa Taliban. Kedua negara dipisahkan wilayah pegunungan di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa yang telah lama menjadi sarang kelompok militan Islam termasuk TPP dan sel-sel teror yang berbaiat kepada ISIS.
TTP secara sepihak mengakhiri gencatan senjata dengan pemerintah Pakistan pada November 2022.
Rencana baru Pakistan diyakini akan fokus memerangi kelompok militan yang menyeberang dari Afganistan.
Menteri Pertahanan Khawaja Asif memperingatkan, militernya tidak akan ragu melancarkan serangan ke negeri jiran. "Tidak ada yang lebih penting daripada kedaulatan Pakistan,” katanya kepada media asing, ketika ditanya tentang kemungkinan melancarkan serangan lintas batas di Afganistan untuk membendung militan.
"Tindakan akan diambil terhadap semua teroris. Operasi akan dilakukan terhadap kaum anarkis anti-negara dan fanatik agama, terlepas dari sekte atau agama mereka," ujar seorang pejabat senior keamanan kepada DW, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Maria Sultan, analis pertahanan di Islamabad, mengatakan bahwa kampanye militer teranyar bertujuan untuk menjamin stabilitas di Pakistan. "Misi operasi ini adalah untuk menjaga tekad demi stabilitas dan untuk mengatasi tantangan meningkatnya aktivitas terorisme di Pakistan," tuturnya.
Ketegangan makin memuncak
Tekad Pakistan memburu teroris hingga ke negeri jiran dikhawatirkan bakal membuat gusar penguasa Kabul. "Waktu yang dipilih untuk operasi anti-teror ini mencerminkan beberapa faktor," kata Madiha Afzal, peneliti di Brookings Institution.
Menurutnya, penggunaan opsi militer membiaskan betapa "Pakistan telah mencapai akhir dari pilihannya ketika melakukan dialog dengan TTP dan meminta Taliban Afganistan untuk ikut menekan TTP,” ujarnya kepada DW.
Dia meyakini, Islamabad telah gagal menekan TTP secara damai untuk mengakhiri perlawanan. Ketika tiga serangan bertubi-tubi dilancarkan TTP pada bulan Maret lalu, Pakistan mengambil keputusan langka melancarkan serangan udara di Afganistan, yang menewaskan delapan orang dan mendorong Taliban membalas dengan tembakan di perbatasan.
Afzal merujuk pada pernyataan Taliban bahwa setiap serangan Pakistan di wilayah Afganistan akan dipandang sebagai "pelanggaran terhadap kedaulatan.”
"Hal ini akan menambah ketegangan dengan Taliban dan memperparah masalah di perbatasan barat Pakistan,” katanya.
Tekanan dari Cina?
TTP bukan satu-satunya kelompok bersenjata yang menggalang perlawanan di Pakistan. Provinsi Balochistan di barat daya, yang menjadi tujuan utama investasi Cina, sejak lama dilanda pemberontakan gerilayawan etnis Baloch demi kemerdekaan. Operasi militer teranyar bahkan diisukan bukan untuk menumpas militan Islam, melainkan melindungi aset Cina di dalam negeri.
Serangan terhadap konvoi insinyur Cina pada bulan Maret lalu menewaskan sedikitnya lima orang dan seorang warga Pakistan.
Insiden ini terjadi kurang dari seminggu setelah militer Pakistan membunuh delapan gerilyawan Tentara Pembebasan Baluchistan, BLA, yang menyerang Pelabuhan Gwadar di barat daya Balochistan.
Beijing, salah satu sekutu utama Islamabad, telah mengucurkan dana miliaran dolar ke Pakistan untuk membangun Koridor Ekonomi Cina-Pakistan, CPEC, yang menghubungkan dataran Cina dengan Laut Arab melalui jalan bebas hambatan dan pelabuhan.
Diperkirakan ada sekitar 29.000 warga negara Cina di Pakistan, dan lebih dari 2.500 di antaranya bekerja untuk CPEC. Proyek ini bernilai krusial bagi Pakistan di tengah krisis ekonomi yang menguapkan kas negara.
"Ada tekanan dari Cina untuk ‘memperbaiki' situasi keamanan Pakistan, yang menghambat kemajuan CPEC," kata Afzal, mengacu pada kunjungan Perdana Menteri Pakistan Sharif dan panglima militer Asim Munir ke Cina pada bulan Juni silam. "Pernyataan bersama Pakistan-Cina usai kunjungan tersebut lebih menekankan dimensi keamanan."
Hal senada diungkapkan Osama Malik, seorang pengamat politik dan pakar konstitusi Pakistan. Dia meyakini, "tekanan Beijing, khususnya terkait masalah keamanan dalam negeri, telah mendorong Islamabad untuk melakukan operasi besar-besaran terhadap kelompok militan yang membidik warga negara Cina di proyek CPEC."
rzn/as