Mencari Marxisme
16 Agustus 2013Kebebasan memberi kemungkinan baru. Setiap kelompok bisa mengekspresikan identitas. Francis Fukuyama boleh saja menyebut bahwa sejarah sudah berakhir dengan runtuhnya komunisme.
Tapi sebagaimana di negara-negara Amerika Latin, dan juga kini di beberapa negara eks Eropa Timur, kelompok Kiri mencoba menuliskan sejarah mereka sendiri: menafsir Marx dan melakukan sejumlah eksperimen.
Deutsche Welle mencoba menangkap “pergeseran iman“ kelompok Marxist dengan menampilkan potret tiga anak muda kiri dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang kini menempuh jalan yang berbeda.
Bergeser ke Kiri Tengah
Budiman Sudjatmiko adalah pentolan PRD dan pernah menjadi orang yang paling diburu rezim orde baru. Setelah reformasi ia bergabung dan menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan.
Budiman yang dulu sering mengutip Mao Zedong, kini mengaku bergeser ke kiri tengah. Sebagai orang yang relatif baru di partai, pengagum pemimpin revolusi Cina itu harus berhadapan dengan musuh tradisional kaum kiri yakni feodalisme terutama terkait trah keluarga Soekarno.
Ketika Deutsche Welle bertanya kenapa kritiknya tentang feodalisme dan dinasti di dalam partai tidak cukup keras, Budiman menjawab: “ Kritik saya memang tidak sekeras itu…saya mengkritik dengan cara saya sendiri.“
“Saya cenderung centre left. Saya merasa opsi ini lah yang paling progresif dan relevan bagi Indonesia. Ada contoh centre left yang lebih radikal seperti Brazil di era Lula da Silva. Saya kira itu posisi yang lebih dekat dengan saya.“
Centre left menurut Budiman, memberi kebebasan dalam politik. Sementara dalam ekonomi, peran swasta diperbolehkan berkembang. Di lain pihak peran Negara adalah melakukan intervensi untuk menjaga agar ketimpangan tidak meluas dan masyarakat bawah bisa mengejar ketertinggalan.
“Tidak untuk menyamaratakannya, tapi untuk mengurangi gap” kata Budiman.
Dua taktik Lenin
Lain lagi kisah Dita Indah Sari. Pada suatu masa, Dita dikenal sebagai tokoh revolusioner yang hapal luar kepala berbagai momen revolusi Bolshevik dan fasih mengutip Lenin.
Mengorganisir buruh-membaca Lenin-turun ke jalan: adalah metode perlawanan klandestin yang dijalani para aktivis kiri termasuk Dita.
Lima belas tahun, Dita bereksperimen dengan demokrasi. Membangun partai kiri, gagal. Mengawinkan kelompok kiri dengan partai gurem Islam, hasilnya karam. Belakangan Dita menjadi Juru Bicara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
“Lenin sangat percaya dua taktik: taktik perjuangan di luar dan di dalam. Jangan dikira orang kiri itu hanya strict di luar pemerintahan…“ kata Dita kepada Deutsche Welle.
“Semua kalangan kiri dunia tujuannya adalah merebut kekuasaan,“ kata Dita sambil memberi contoh Hugo Chavez (mendiang bekas Presiden Venezuela-red) yang sebelum berkuasa juga berkarir di birokrasi militer, serta Lula da Silva (bekas Presiden Brasil-red).“
“Berada dalam kekuasaan bagi seorang marxist adalah bagian dari perjuangan untuk menambah pengaruh, memperkuat jaringan, juga menempa diri.“
Tentang Prabowo dan PRD
13 Maret 1998 adalah hari yang tak akan dilupakan oleh Aan Rusdianto. Malam itu ia dijemput orang tak dikenal, dibawa dengan mata tertutup ke sebuah tempat. Diinterogasi tentang pandangan politik dan kawan-kawannya sesama aktivis PRD.
Dua hari, ia mengalami siksaan brutal.
“Penuh ketegangan dan siksaan. Dalam benak selalu muncul apa yang selanjutnya akan terjadi…. kedua kaki dan tangan diikat dengan borgol dan tali rafiah… setrum, pukulan, todongan senjata laras panjang, memaksa aku menjawab pertanyaan… Bahkan kemaluanku sempat disetrum beberapa kali…” testimoni Aan tentang penculikan yang ia alami lima belas tahun silam.
Belakangan Aan mengambil keputusan mengejutkan: bergabung dalam barisan Prabowo Subianto, orang yang bertanggungjawab atas penculikan dan penyiksaan terhadap dirinya.
Aan kini menjadi pengurus partai Gerindra dan masuk Daftar Calon Anggota DPR untuk pemilu 2014.
“Mungkin bagi beberapa orang bisa dikatakan menjual diri. Ya…nggak masalah…“ kata Aan kepada Deutsche Welle sambil membandingkan garis politik Prabowo dengan PRD.
“Saya tertarik karena Prabiowo menyampaikan banyak hal yang secara tematik berdekatan dengan perjuangan kita (PRD-red) dulu. Gagasan tentang kemandirian bangsa, model pembangunan ekonomi di mana kita tidak bisa lagi menerima ide trickle down effect, juga anti neoliberalisme…”