Muhammad bin Salman, Sosok di Balik Modernisasi Arab Saudi
28 September 2017"MBS” atau "Mr. Everything”. Demikianlah inisial Muhammad bin Salman di Riyadh. Namanya mencuat sejak dinobatkan menjadi putra mahkota baru Arab Saudi pada 20 Juni tahun ini pasca kesehatan ayahnya, Raja Salman yang menurun. Ia pun resmi menjadi penerus pemegang tampuk kekuasaan Saudi menggantikan Pangeran Muhammad bin Nayef.
Karir politiknya diawali sebagai gubernur Riyadh, kemudian pada usia 31 tahun, Muhammad menduduki jabatan sebagai menteri pertahanan termuda di dunia. Namun citranya sebagai seorang reformator terbentuk ketika ia menduduki posisi kepala dewan yang memimpin reformasi ekonomi Arab Saudi. Proyek yang dikenal dengan sebutan "Visi 2030". Selama menjabat, putra mahkota Saudi itu melakukan modernisasi di bidang ekonomi demi melepaskan diri dari ketergantungan produksi minyak. Privatisasi perusahaan minyak milik negara, Aramaco, adalah salah satu hasilnya.
Pengaruh yang dimiliki Muhammad bin Salman sangat mengesankan, namun juga menakutkan.
Pemimpin Garis keras
Surat kabar Jerman Die Zeit pernah menulisnya sebagai seorang yang "sangat korup, serakah dan sombong," terlebih karena ia menempati beberapa posisi sekaligus. Ia juga turut andil memicu perseteruan dengan Iran, mengatakan bahwa rezim di Teheran "tidak akan berubah dalam semalam." Iran mendukung diktator Suriah Bashar al-Assad, sedangkan Arab Saudi ingin menggulingkan presiden tersebut.
Krisis di Yaman juga tak lepas dari campur tangan Muhammad bin Salman sebagai menteri pertahanan Arab Saudi. Dengan dukungan AS, dua tahun lalu Arab Saudi terlibat dalam konflik yang diklaim sebagai upaya untuk melumpuhkan kelompok Houthi, pemberontak Syiah. Human Rights Watch telah mendokumentasi kejahatan perang yang dilakukan Saudi, termasuk serangan bom yang menyebabkan krisis kemanusian di Yaman.
Guido Steinberg, pengamat timur tengah Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP) di surat kabar Berlin Tagesspiegel menyebut campur tangan Putra Mahkota Saudi tersebut sebagai "kebijakan luar negeri yang agresif dan memperparah konflik regional."
Kebebasan Tetap Menjadi Mimpi
Tak hanya di terkait kebijakan luar negeri, dunia internasional juga mengecam ideologi Islam yang sangat konservatif di Saudi, Wahhabisme. Namun kritik tersebut tidak digubris Sang Putra Mahkota. Sebelumnya terbatasnya kebebasan perempuan di Arab Saudi turut menjadi sorotan, hingga akhirnya di bawah otoritas Mohammad bin Salman, perempuan di Arab Saudi kini diperbolehkan mengemudi mobil.
Di satu sisi keputusan tersebut dianggap menjadi awal reformasi bersejarah untuk perempuan, namun di sisi lain kebebasan perempuan tetap dikekang. Perempuan Saudi tetap membutuhkan persetujuan anggota keluarga laki-laki jika ingin melanjutkan studi bahkan untuk berjalan-jalan sekalipun.