PBB: ASEAN Harus Minta Pertanggungjawaban Junta Myanmar
21 Juni 2023Desakan datang dari pelapor khusus PBB untuk situasi Hak Asasi Manusia di Myanmar, Thomas Andrews. Dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Selasa (20/6), dia mendesak agar ASEAN berhenti berhubungan dengan junta militer Myanmar.
Menurutnya, isolasi politik diperlukan menyusul lambatnya impelementasi rencana damai lima poin yang sebelumnya sudah disepakati junta dan ASEAN.
"Sudah saatnya untuk mempertimbangkan opsi alternatif untuk memecah apa yang menjadi kebuntuan berdarah,” kata dia. "ASEAN harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban dari junta atas pelanggaran berat HAM dan pengabaian lima poin konsensus.”
Rencana damai ASEAN menyaratkan gencatan senjata, pembukaan koridor humaniter dan dialog inklusif demi mencapai perdamaian abadi.
November silam, pemimpin-pemimpin ASEAN memperingatkan junta militer Myanmar agar menyediakan "indikator yang kongkrit, praktis dan terukur dengan jangka waktu yang spesifik,” dalam implementasi peta jalan damai.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, junta memperkuat serangan terhadap kantung-kantung oposisi.
Keretakan di ASEAN
Pelapor khusus PBB, Andrews, merespons laporan media-media Thailand, bahwa AS sudah berniat menjatuhkan sanksi terhadap bank-bank pemerintah Myanmar. Disebutkan, Bank Perdagangan Asing Myanmar dan Bank Komersial dan Investasi termasuk ke dalam daftar sanksi selambatnya pada Kamis (22/6).
Senin (19/6) kemarin, Thailand menggelar forum negara anggota ASEAN untuk mendengarkan pejabat Menlu Myanmar yang datang ke Bangkok. Sontak, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Kamboja menolak hadir.
Keputusan Thailand untuk menggelar pertemuan dengan junta Myanmar di luar kerangka lima poin konsensus dinilai melanggar keputusan ASEAN.
Menurut Andrews, pertemuan di Thailand "bisa berbahaya karena memberikan legitimasi terhadap junta dan mengancam kesatuan ASEAN.”
Seorang juru bicara junta Myanmar mengatakan pihaknya tidak mengkhawatirkan sanksi internasional. Kepada stasiun televisi pemerintah MWD, Zaw Min Tun menilai Myanmar sudah pernah menghadapi sanksi ekonomi sebelumnya dan terbukti tidak merugi.
Dia mengatakan AS "menjatuhkan sanksi dengan niat menciptakan krisis ekonomi dan politik,” tapi menurutnya "hal-hal itu cuma akan menyebabkan keterlambatan yang tidak diperlukan, sementara kami terus bergerak menuju sistem demokratis multi-partai.”
rzn/hp (rtr,ap)