Profit, Perusakan Lingkungan dan HAM
20 Juni 2013Produsen alat olah raga dan tekstil sering dituduh: Memproduksi produknya di pabrik-pabrik Asia yang mengabaikan hak pekerja ataupun perlindungan lingkungan. Untuk kemudian menjual produknya dengan iklan mahal di Eropa, Amerika Serikat dan negara lain.
Nike, Adidas, Puma dan produsen lain mempublikasikan secara rutin laporan untuk menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak benar, setidaknya tidak sepenuhnya. Reiner Hengstmann bertanggung jawab untuk pembangunan jaringan pasokan global Puma, yang sesuai standar perlindungan lingkungan. Diakuinya, perusahaan itu 20 tahun lalu belum tahu bagaimana kondisi penyelesaian produksinya. 2010 dalam analisa biaya dan harga seluruh jaringan pemasok yang ekologis, bagi Puma menjadi jelas: "Jika alam punya rekening bank, maka kami harus mentransfer dana dalam jumlah raksasa," kata Hengstmann.
Atasi Kegagalan Pasar
Artinya untuk kerusakan lingkungan akibat produksi, perusahaan tidak dikenai biaya. Dan aspek sosial sama sekali tidak diperhatikan, diakui Hengstmann. Dalam ekonomi ini disebut "efek eksternal" yakni sejenis kegagalan pasar yang perlu ditangani negara.
Mengapa banyak perusahaan Eropa memproduksi barang di Bangladesh?," tanya John Morrison, Direktur Institute for Human Rights and Business di London. Dijawabnya sendiri, "karena itu murah. Dan mengapa murah? Terutama karena biaya sosial sebenarnya tidak diperhatikan dan kemudian pabrik-pabrik ambruk dan menewaskan orang. Itu tidak berkesinambungan dan juga secara etika tidak pantas." Hanya dengan peraturan kondisi bisa diperbaiki, ujar Morrison. "Tindakan baik secara sukarela dari perusahaan tidak menyelesaikan masalah."
Tes yang Mudah
Namun banyak perusahaan menolak aturan yang jelas. Misalnya: Organisasi Buruh Internasional PBB ILO sejak 1919 sudah mengembangkan standar perlindungan pekerja. Secara internasional sampai kini hal itu tidak mengikat, kata Jakob von Uexküll, donatur Hadiah Nobel Alternatif dan pendiri Dewan masa depan dunia.
"Jika perusahaan bertindak sesuai tanggung jawab sosial, ada tes yang mudah", kata Uexküll. "Tanyakan saja apakah perusahaan ini setuju dengan bobot sama mengakui peraturan ILO seperti peraturan WTO. Jawabannya memberi tahu Anda seberapa serius tanggung jawab sosial perusahaan itu."
Selaraskan Dimensi Kehidupan
1977 warga Mesir Ibrahim Abouleish membentuk kelompok perusahaan Sekem guna mengatasi kontradiksi yang ada. "Saya mencoba menyelaraskan empat dimensi kehidupan: Ekonomi, lingkungan, budaya dan hak asasi manusia."
Sekem membuat sebagian padang pasir Mesir kembali berguna dan menjalankan pertanian ekologis. Ribuan orang hidup dari produksi bahan pangan, tekstil dan obat-obatan herbal. Untuk upayanya 2003 Abouleish meraih Nobel Alternatif. Dengan untung yang diperoleh, Sekem membiayai TK, sekolah juga universitas, yang diharap membentuk tandingan bagi institusi pendidikan tradisional. "Univesitas kami punya pandangan yang amat kuno," ujar Abouleish.
Sementara Uexküll mengatakan, "kini ekonomi keuangan mendominasi hidup kita". Jika orang meangerti kekuasaan ekonomi dan ingin membahasnya, orang mula-mula harus belajar "Istilah Keuangan". "Dan orang akan mengerti bahwa banyak yang selalu diceritakan kepada kita tidak hanya salah, melainkan cukup gila."