Situasi Sirte Semakin Kritis
2 Oktober 2011Situasi warga di kota Sirte semakin buruk. Palang Merah menyatakan Sabtu kemarin (01/10) berhasil membawa obat-obatan di tengah pertempuran yang terus berlangsung di kota tempat kelahiran bekas penguasa Muammar Gaddafi itu. Akibat pertempuran yang tak kunjung henti antara pendukung dan penentang Dewan Transisi Nasional (NTC), sejumlah besar orang tidak dapat keluar dari kota itu, dan mereka semakin kekurangan pangan serta obat-obatan.
Meskipun demikian, ratusan warga sipil berhasil lari dari pertempuran. Untuk menjamin keamanan mereka, Dewan Transisi Nasional menyerukan gencatan senjata selama dua hari. Pejuang pemerintah transisi mengatakan, pesawat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyebarkan selebaran, yang berisi dorongan agar penduduk di kota yang dihuni sekitar 100.000 orang itu melarikan diri.
Pertempuran Terus Berlanjut
Sebuah truk yang membawa obat-obatan dan dua kendaraan milik Palang Merah Internasional dihentikan pendukung pemerintah sementara NTC di pos pemeriksaan yang berlokasi sekitar dua kilometer dari pusat kota. Mereka baru diijinkan melanjutkan perjalanan jika keadaan sudah memungkinkan. Tetapi pertempuran terus berlanjut.
Sirte adalah salah satu dari dua markas pendukung Gaddafi yang belum jatuh ke tangan pemerintahan transisi. Pertempuran besar di Sirte sudah berlangsung sejak dua pekan lalu. Sejak pertempuran dimulai, Palang Merah sudah berusaha memasuki kota itu. Organisasi pertolongan tersebut juga berusaha membawa bantuan dengan kapal, tetapi keamanannya tidak terjamin.
Menurut laporan Hichem Kahdhraoui, pekerja Palang Merah yang berhasil keluar dari Sirte, warga sangat membutuhkan obat-obatan. Rumah sakit di kota itu terkena tembakan sejumlah roket. Ia mengatakan situasi sangat mendesak. Tim palang merah telah membawa 300 paket khusus untuk menolong korban perang dan sekitar 150 kantung untuk menempatkan jenasah. Demikian dikatakan Kahdhraoui di pangkalannya di kota Misrata.
Rumah Sakit Terkena Roket
Kahdhraoui mendapat laporan dari tenaga medis di rumah sakit Ibn Sima, banyak pasien menghadapi keadaan kritis karena tidak adanya oksigen dan bahan bakar bagi generator. Ia menambahkan, orang-orang lain yang luka-luka atau sakit tidak dapat pergi ke rumah sakit karena serangan udara NATO atau pertempuran di jalanan. "Beberapa roket mendarat di bangunan rumah sakit saat kami masih berada di sana," demikian katanya. "Kami melihat api di banyak tempat tetapi tidak tahu asalnya dari mana." Tempat penampungan air milik rumah sakit hancur karena serangan roket, sehingga air harus didatangkan dari luar, jelas Khadhraoui.
Setelah tim Palang Merah memasuki Sirte, para pendukung NTC melancarkan serangan besar-besaran dengan roket, meriam anti tank dan senapan mesin dari lokasi yang berjarak kurang dari satu kilometer dari rumah sakit. Serangan dibalas oleh pendukung Gaddafi. Khadhraoui menyatakan terkejut, bahwa serangan itu terjadi ketika tim Palang Merah sedang berkunjung, padahal mereka sudah memberikan infomasi kepada semua pihak tentang kunjungan itu.
Tim Khadhraoui terdiri dari seorang dokter, pemberi pertolongan darurat dan pengatur logistik. Mereka tidak membawa semua perangkat yang dibutuhkan rumah sakit dan mereka tidak mengunjungi ruang perawatan. Mereka berharap dapat segera kembali ke rumah sakit itu dan membawa lebih banyak bahan bantuan.
Keadaan Membaik di Bagian Lain
Sementara itu, di daerah-daerah lain Libya situasi mulai berubah. Pembangunan mulai diadakan, dan untuk pertama kalinya setelah Gaddafi dikudeta, sebuah pesawat penumpang mendarat di ibukota Tripoli. Sebuah langkah menuju normalitas baru. Seorang jenderal NATO memperkirakan operasi militer di Libya sudah hampir selesai. Gaddafi tetap belum diketahui keberadaannya.
Televisi pro pemerintahan baru, Alhura, melaporkan hari ini (Minggu, 02/10) Dewan Transisi Nasional dapat menginterogasi putra Gaddafi, Al Saadi, di Niger. Itu dinyatakan Menteri Kehakiman Niger, Marou Amadou. Niger telah mengakui NTC sebagai pemerintah baru Libya. Tetapi Niger tidak akan menyerahkan Al Saadi dalam waktu dekat. Bulan lalu pemerintah Niger memutuskan tidak akan mengekstradisi Al Saadi karena khawatir ia akan dibunuh tanpa diadili.
rtr/afp/dpa/Marjory Linardy
Editor: Carissa Paramita