Tuduhan Pelecehan Seksual, Jerman Tarik Diplomat di Pakistan
16 Juni 2022Pada hari Sabtu di November 2021, sekelompok orang di Karachi, Pakistan, sedang bersiap-siap untuk sebuah pesta yang berisi pertunjukan musik hingga komedi stand-up. Acara ini bukan pertunjukan pada umumnya di Karachi. Ini adalah acara untuk komunitas LGBTQ dan pendukungnya, yang diselenggarakan oleh musisi rock Kanada-Pakistan Urvah Khan dan didanai bersama oleh konsulat Jerman di Karachi.
Acara tersebut, kata Khan kepada DW, dimaksudkan sebagai "perayaan, pertunjukan orang-orang yang dianggap aneh, Queer, dan orang aneh berbakat dari masyarakat kita."
Di Pakistan, undang-undang era kolonial masih melarang homoseksualitas dan menanggapnya sebagai tindak kejahatan. Menjadi LGBTQ berarti seseorang dipaksa untuk melangkah dengan sangat hati-hati.
Ruang aman LGBTQ
Namun, ketika acara yang bertema ScrapFest itu digelar, komunitas queer Karachi merasa telah menemukan tempat yang aman untuk mengekspresikan diri, bergaul, dan bersenang-senang.
Di tengah pesta, seorang perempuan naik ke panggung dan berkisah tentang pelecehan emosional dan fisik: "Kamu dibuat untuk dicemooh, didekati, dibicarakan, gadis-gadis kecil ... Jangan kau mengerti."
Dalam retrospeksi, garis penutupnya tampak seperti pertanda malam itu. Sebab dalam acara tersebut, seorang perempuan diduga diraba-raba oleh seorang diplomat berpangkat tinggi Jerman dan beberapa lainnya diduga dilecehkan oleh pria yang sama.
Dalam sebuah pernyataan kepada DW, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan tidak menemukan "bukti" pelecehan seksual setelah penyelidikan selama sebulan. Namun, hasil resmi dari penyelidikan tersebut dirahasiakan dan diplomat itu akan segera dipanggil kembali ke Berlin.
DW telah berbicara dengan delapan orang yang menghadiri acara tersebut, menganalisis rekaman video, dan melihat pesan teks yang dipertukarkan diplomat dengan penyelenggara acara. Bersama-sama, mereka menyarankan versi lain dari insiden tersebut.
Korban yang mengaku dilecehkan itu mengatakan kepada DW bahwa menjelang akhir acara, saat dia lewat di belakang pria Jerman itu, sang pria meraih pantatnya. Cuplikan video yang diperoleh DW tentang peristiwa tersebut hanya sebagian yang menunjukkan apa yang terjadi. Meskipun tidak memberikan bukti yang pasti, karena tidak menunjukkan dugaan meraba-raba, video itu menunjukkan bahwa ketika perempuan itu berjalan melewati diplomat, lengan sang diplomat bergerak ke arah perempuan itu.
Kemudian di malam hari, diplomat mengirim pesan foto perempuan itu ke penyelenggara acara, Urvah Khan, dan meminta rincian kontaknya. Keesokan harinya, menurut pesan teks yang dipertukarkan antara penyelenggara ScrapFest dan diplomat, Khan menghadapinya dengan tuduhan meraba-raba.
"Aku melakukannya? Sialan! Jahat!!! Alkohol sialan," bunyi tanggap diplomat. "Saya hanya ingat bahwa dia tersenyum kepada saya dengan sangat hangat, tetapi saya sama sekali tidak ingat kontak fisik," tambahnya.
"Saya tidak melecehkan," tulisnya kemudian.
Mereka semua menekankan bahwa pria yang secara pribadi setuju untuk mendanai acara ini telah mengganggu tamu dan membuat mereka merasa tidak nyaman.
Peserta: Diplomat itu melecehkan tamu
Pria itu bertingkah, menurut satu peserta, seraya menyebut tindakannya "menyeramkan." Pria Jerman, seorang diplomat berpangkat tinggi berusia 60-an, ketika itu menyediakan setumpuk wiski dan bir campuran untuk para seniman.
Saat malam semakin larut, dia menjadi semakin mabuk dan mendekati para tamu dengan cara yang jelas-jelas melanggar batas, kata saksi mata kepada DW. Seorang tamu mengatakan bahwa dia merasa sangat tidak nyaman ketika menyaksikan diplomat itu meletakkan tangannya di punggung teman perempuannya.
Tiba-tiba, katanya kepada DW, acara itu tidak terasa aman lagi. Sepanjang malam, tambahnya, dia mencoba melindungi temannya, menempatkan dirinya di antara teman perempuannya dan diplomat Jerman itu.
Tamu lain, seorang transpuan, mengatakan kepada DW bahwa dia merasa sangat tidak nyaman ketika diplomat tersebut, yang menjadi satu-satunya pria kulit putih di acara itu, mencoba menyeretnya ke lantai dansa.
Transpuan lain mengatakan kepada DW bahwa sang diplomat mengatakan kepadanya "kamu terlihat seksi" dan mendorongnya untuk menari.
Tidak dapat mengajukan tuntutan di Pakistan
Tak satu pun dari peserta mengajukan tuntutan di Pakistan, sebagian karena mereka menghadiri sebuah acara untuk komunitas LGBTQ di negara itu. Hal ini tidak lepas dari undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksualitas masih berlaku.
Sementara hukum jarang ditegakkan, tindakan homoseksual dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau vonis mati. Bahkan saat ini, komunitas LGBTQ menghadapi penindasan, stigma, dan kekerasan. Orang-orang transgender adalah salah satu kelompok yang paling terpinggirkan secara sosial di Pakistan.
Diplomat itu, kata perempuan yang diraba-raba, "mungkin mendapat kesan bahwa karena saya berkulit cokelat, dia bisa lolos begitu saja." Namun, alih-alih membiarkan dugaan meraba-raba, para hadirin, yang termasuk aktivis queer dan transgender terkemuka, meminta bantuan Kementerian Luar Negeri Jerman untuk memastikan hal itu tidak akan terjadi.
Urvah Khan, yang mengakui butuh beberapa saat untuk memproses apa yang telah terjadi, terutama karena dia berhubungan baik dengan diplomat itu, akhirnya menghubungi Kementerian Luar Negeri Jerman pada April tahun 2022.
Diplomat itu, jelasnya, menyalahgunakan posisi kekuasaannya: "Ini adalah masalah sistematis yang menyoroti jenis rasisme yang beracun, seksisme, dan xenofobia yang masih ada hingga hari ini di kalangan diplomat yang bertugas di negara yang sudah bermasalah ini."
Sementara kekebalan diplomatik berarti mereka tidak dapat dituntut di negara tuan rumah atas tindakan yang mereka lakukan. Mereka masih dapat dimintai pertanggungjawaban di negara asalnya jika pihak berwenang di negara mereka memilih untuk mengajukan tuntutan.
Meraba-raba adalah salah satu pelanggaran yang dapat dihukum di Jerman
Menurut hukum Jerman, meraba-raba adalah pelanggaran yang dapat dipertanggungjawabkan, dapat dihukum hingga dua tahun penjara atau denda. Orang yang dituduh melakukan pelanggaran di luar negeri masih dapat menghadapi tuntutan di Jerman.
DW berbicara dengan dua pengacara yang bekerja di bidang hukum pidana, yang mengonfirmasi bahwa insiden semacam itu di Jerman, dengan keterangan saksi dan materi video, dapat mengarah pada hukuman. Namun, atas dasar mabuknya diplomat itu, seorang pengacara menambahkan, dia mungkin akan lolos dengan denda.
Menyusul pengaduan resmi, Kementerian Luar Negeri Jerman membuka penyelidikan atas masalah tersebut. Pada awal Mei, pihaknya mewawancarai beberapa orang yang menghadiri ScrapFest. Bulan itu, tuduhan tersebut pertama kali dilaporkan oleh Vice News.
Awalnya, para saksi merasa Kementerian Luar Negeri menganggap serius tuduhan mereka. Beberapa saksi mengatakan kepada DW bahwa selama wawancara perwakilan bahkan telah menyuarakan penyesalan atas apa yang telah terjadi.
Namun, seiring berjalannya investigasi, banyak yang menyuarakan rasa frustrasi mereka bahwa diplomat itu, bukannya dicopot, justru masih dalam posisinya saat ini, bahkan memimpin sejumlah acara.
Penyelidikan berakhir pada pertengahan Juni 2022. Sementara rinciannya tetap dirahasiakan dan korban telah dilarang oleh Kementerian Luar Negeri Jerman untuk membicarakannya. DW mengetahui bahwa diplomat tersebut akan dipanggil kembali dalam beberapa minggu mendatang.
Dalam tanggapan tertulis atas permintaan informasi DW, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan bahwa pihaknya menanggapi tuduhan itu "sangat serius" dan telah melakukan penyelidikan komprehensif.
Setelah melihat semua bukti yang tersedia dan berbicara dengan saksi, selanjutnya dikatakan bahwa kejadian itu "tidak dapat membuktikan" tuduhan spesifik pelecehan seksual.
Diplomat tersebut menolak untuk menanggapi pertanyaan tertulis DW. Sementara perempuan yang diduga diraba-raba mengatakan kepada DW bahwa dia merasa puas. Keadilan, katanya, "telah dilayani sampai batas tertentu."
Menodai reputasi Jerman
Terlepas dari hasil penyelidikan, insiden itu dapat merusak reputasi Jerman di Pakistan. Sebuah sumber diplomatik Eropa, yang menghabiskan beberapa tahun bertugas di Karachi, mengatakan kepada DW bahwa sejauh yang dia ketahui, terdakwa memiliki "reputasi yang tidak bercacat."
Namun, dia memperingatkan bahwa bahkan satu kali "kesalahpahaman" yang diinduksi alkohol kemungkinan akan memiliki efek riak yang bertahan lama. "Saya akan mengatakan bahwa insiden seperti itu bahkan lebih merugikan di negara Islam seperti Pakistan."
Dia khawatir para ekstremis yang menentang negara-negara Barat dapat mencoba mengeksploitasi insiden tersebut. Mereka dapat dengan mudah menunjuk ke alkohol dan dugaan pelanggaran seksual, jelasnya, dan berkata, "lihat, inilah yang ditawarkan Barat kepada kita."
(rs/ha)