UE Desak Batasi Penggunaan Obat Malaria Untuk Obati Corona
2 April 2020Menghadapi potensi kelangkaan obat malaria, Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) pada Rabu (1/4), mendesak negara-negara di Eropa untuk menghemat penggunaan obat-obatan ini dalam mengobati COVID-19.
Melalui pernyataan tertulis, EMA menyebutkan bahwa obat anti malaria yakni hidroksiklorokuin dan klorokuin hanya boleh diminta untuk kebutuhan uji klinis atau dalam "program darurat nasional‘‘.
Dengan kemungkinan bahwa vaksin COVID-19 baru akan tersedia pada beberapa bulan ke depan, beberapa negara sedang menguji keefektifan obat-obatan tersebut dalam mengobati COVID-19.
Meskipun uji coba awal di Cina dan Prancis berhasil, EMA menekankan bahwa "kemanjuran obat-obatan itu dalam mengobati COVID-19 belum ditunjukkan dalam penelitian."
Ketersediaan obat di AS menipis
Obat-obatan ini juga digunakan sebagai perawatan utama bagi pasien dengan gangguan imun, seperti lupus. Dikhawatirkan pasien dengan gangguan imun ini akan kekurangan perawatan karena adanya penimbunan obat.
"Penting bagi pasien-pasien ini untuk memperoleh obat-obatan dan tidak kekurangan karena penimbunan atau penggunaan di luar indikasi resmi," kata EMA melalui pernyataan tertulisnya.
Amerika Serikat kini telah mencatat adanya kekurangan kedua jenis obat tersebut, terutama setelah Presiden Donald Trump menyebut bahwa hidroksiklorokuin dapat memberi perubahan yang signifikan dan potensial dalam penanganan pasien COVID-19.
Pejabat kesehatan Uni Eropa dan AS telah memperingatkan orang-orang agar tidak menggunakan obat anti-malaria untuk mengobati penyakit COVID-19 tanpa resep dan pengawasan oleh dokter.
"Baik klorokuin dan hidroksiklorokuin dapat memiliki efek samping yang serius, terutama pada dosis tinggi atau ketika dikombinasikan dengan obat-obatan lain," EMA memperingatkan.
Efek samping tersebut termasuk masalah jantung, kehilangan penglihatan atau bahkan kematian jika digunakan secara tidak benar.
pkp/gtp (AFP, Reuters)