Uni Eropa Pertimbangkan Pemberian Kartu Vaksinasi Covid-19
25 Februari 2021Negara-negara Uni Eropa yang mengandalkan pendapatan dari turisme musim panas mendorong diterbitkannya sertifikasi atau kartu bagi mereka yang telah menerima suntikan vaksin virus corona SARS-CoV-2. Pemberian sertifikasi ini diharapkan mampu membangkitkan kembali sektor yang babak belur selama pandemi.
Ide kartu vaksinasi ini menyusul kebijakan Israel memberikan kartu hijau kepada warganya yang telah divaksinasi atau telah sembuh dari Covid-19 untuk mengunjungi konser musik. Kartu ini berlaku selama enam bulan sejak menerima vaksinasi penuh.
Menjelang datangnya musim panas tahun ini, sejumlah negara seperti Yunani, Portugal dan Spanyol juga menindikasikan lampu hijau bagi pemberian sertifikasi untuk perlahan memulai kehidupan publik. Namun negara seperti Jerman dan Prancis terlihat enggan karena masih banyaknya pertanyaan yang perlu dijawab.
Diskusi tersebut mengemuka dalam konferensi video antara para pemimpin Uni Eropa pada Kamis (25/02). Dalam konferensi tersebut, negara-negara yang bergantung pada sektor pariwisata terus menekan untuk melonggarkan larangan perjalanan pada liburan musim panas mendatang.
Yunani dan Spanyol mendesak adopsi cepat sertifikat vaksinasi corona di seluruh Uni Eropa bagi para pelancong. Kanselir Austria Sebastian Kurz juga mendukung gagasan ini dan mengatakan bahwa sertifikasi dapat membantu sektor-sektor yang terpukul oleh pandemi seperti seni, olahraga, dan gastronomi.
Para pejabat yang berwenang juga mengatakan bahwa UE saat ini tengah bekerja sama dengan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Asosiasi Transportasi Udara Internasional untuk mengkaji kemungkinan menghidupkan kembali perjalanan udara.
Seberapa efektif Kartu Vaksinasi Covid-19?
Beberapa pejabat dan diplomat Uni Eropa memperingatkan bahwa meskipun mereka mendukung catatan vaksinasi yang dapat diverifikasi, saat ini masih terlalu dini untuk menggunakan 'paspor vaksin' untuk memungkinkan perjalanan yang lebih mudah.
"Kita masih belum mendapat masukan dari otoritas kesehatan (tentang) apa yang mampu atau tidak dilakukan oleh sebuah vaksin: Apakah Anda masih dapat menulari orang lain setelah divaksinasi? Saya tidak tahu," ujar kata seorang diplomat senior Uni Eropa kepada wartawan.
"Bagaimana dengan mereka yang belum divaksinasi? Prosedur apa yang harus mereka jalani untuk bisa masuk ke suatu negara? Saya kira ini masih dalam pembahasan," ujarnya.
Tetapi pembebasan perjalanan dengan mengandalkan sertifikat vaksin juga akan menimbulkan pertanyaan hukum, kata para pejabat. Mereka yang berada dalam urutan terakhir dalam antrean vaksinasi dapat berpendapat bahwa kebebasan bergerak mereka dibatasi secara tidak adil oleh antrian yang memakan waktu hingga berbulan lamanya.
Hingga kini, baru 4% dari 450 juta orang penduduk UE yang telah menerima setidaknya satu kali suntikan vaksinasi, menurut penghitungan angka resmi AFP. Sedangkan jumlah penduduk yang telah menerima vaksinasi lengkap sebanyak dua suntikan hanya dua persen.
Lambannya pemberian vaksin ini karena UE bergantung pada vaksin dari produsen obat AstraZeneca. UE berharap pasokan vaksin akan melonjak mulai April karena Pfizer/BioNTech dan Moderna meningkatkan produksi. Vaksin produksi Johnson & Johnson juga kemungkinan disetujui pada pertengahan Maret.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan kepada harian regional Jerman Augsburger Allgemeine bahwa UE memeiliki target untuk menvaksinasi 70% orang dewasa pada pertengahan September 2021.
Penolakan dari Prancis dan Jerman
Pejabat UE juga menunjukkan belum adanya panduan dari WHO dan otoritas kesehatan UE apakah orang yang telah menerima dua suntikan vaksin Covid-19 masih dapat membawa virus corona dan menginfeksi orang lain, bahkan jika dirinya sendiri tidak lagi rentan terinveksi.
Juga masih belum jelas apakah orang yang telah terinfeksi virus corona dan sembuh juga harus mendapatkan sertifikat, dan jika demikian, untuk berapa lama mereka akan tetap kebal terhadap virus tersebut.
"Masih banyak hal yang tidak kita ketahui," kata seorang pejabat senior dari salah satu negara UE. "Kita membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan."
Perancis dan Jerman termasuk di antara negara yang menentang pemberian sertifikat atau paspor vaksin Covid-19. Kekhawatiran utamanya adalah terjadinya segregasi anatara mereka yang telah divaksin dan mayoritas yang belum menerimanya.
Pemerintah Prancis, di mana kelompok antivaksin tergolong berpengaruh, telah berjanji untuk tidak mewajibkan vaksinasi dan menganggap gagasan paspor vaksin masih prematur, ujar seorang pejabat Prancis, Rabu (24/02).
Argumennya antara lain adalah perlunya pekerjaan detail terkait sertifikat vaksin tersebut, termasuk apakah harus dalam bentuk digital, apakah akan diterima secara global dan pada tahap apa dari proses inokulasi dua langkah sertifikat tersebut dapat diberikan.
Peringatan tertulis bagi negara Uni Eropa yang perketat perbatasan
Masalah lain yang dianggap lebih mendesak daripada sertifikat vaksinasi adalah pengetatan perbatasan yang diberlakukan secara sepihak oleh beberapa negara UE untuk mengekang varian virus yang lebih mudah menular.
Komisi Uni Eropa menganggap pengetatan ini tidak proporsional dan telah menulis surat peringatan kepada Belgia, Denmark, Finlandia, Jerman, Hongaria dan Swedia tentang tindakan mereka, memberi mereka waktu hingga akhir minggu depan untuk menanggapi.
Seorang pejabat Uni Eropa dikutip oleh kantor berita AFP mengatakan dia mengharapkan "diskusi yang cukup hangat di antara negara-negara anggota" tentang masalah ini.
ae/hp (Reuters, AFP)