Utang Pemerintah Tembus Rp 4.814 T, Pengamat: Waspada!
20 Desember 2019Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah naik lagi. Sampai akhir November 2019 jumlahnya tembus Rp 4.814,31 triliun atau lebih tinggi dari posisi bulan sebelumnya yang mencapai Rp 4.756,13 triliun.
Hal itu disampaikan pemerintah pada saat konferensi pers APBN KiTa di gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Dengan bertambahnya jumlah utang pemerintah pun diikuti dengan rasio utang, yakni menjadi 30,03% dari produk domestik bruto (PDB).
Apakah peningkatan jumlah serta rasio utang pemerintah masih aman?
Mengutip data APBN KiTa, Jakarta, Kamis (19/12/2019), utang pemerintah tercatat meningkat Rp 418,34 triliun jika dibandingkan dengan November 2018. Tercatat bahwa jumlah utang pemerintah di November 2018 sebesar Rp 4.395,97 triliun.
Dengan jumlah utang pemerintah yang mencapai Rp 4.814,31 triliun, maka rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 30,03% atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 29,87%.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota: Biaya Besar dan Rawan Utang
Pengamat: perlu waspada
Peningkatan jumlah utang pemerintah perlu diwaspadai karena memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia. Jumlah utang pemerintah tercatat Rp 4.814,31 triliun per November 2019 atau meningkat Rp 58,18 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Peneliti dari Indef, Bhima Yudhistira mengatakan peningkatan jumlah utang dikarenakan pemerintah tidak bisa mengendalikan.
"Perlu menjadi kewaspadaan karena kenaikan nominal utang juga berkorelasi dengan kenaikan beban pembayaran bunga," kata peneliti dari Indef, Bhima Yudhistira saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (20/13/2019).
Bhima menjelaskan peningkatan jumlah utang pemerintah akan berdampak pada pembayaran bunga utang ke depannya. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan sampai akhir November tahun ini pembayaran bunga utang mencapai Rp 267,63 triliun atau 97,01% dari target.
"Makin gemuk utangnya, tahun depan beban belanja bunga utangnya makin besar. Ini kurang sehat bagi fiskal dan ekonomi," jelas dia.
Menurut Bhima, penerbitan utang oleh pemerintah juga akan memberikan risiko pada sektor perbankan, salah satunya mengetatkan likuiditas.
"Penerbitan utang di pasar berisiko merebut likuiditas bank. Ujungnya bank makin ketat likuiditasnya. Jadi dampaknya merembet kemana-mana, karena pemerintah tidak bisa kendalikan utang," ungkap dia.
Utang terdiri dari apa saja?
Total utang pemerintah yang mencapai Rp 4.814,31 triliun terdiri dari pinjaman dan surat berharga negara (SBN). Jika dari pinjaman totalnya pinjaman yang sebesar Rp 770,04 triliun, rinciannya pinjaman dalam negeri sebesar Rp 8,09 triliun, pinjaman luar negeri Rp 761,95 triliun.
Sedangkan utang pemerintah yang berasal dari SBN mencapai Rp 4.044,27 triliun. Di mana terdiri dari SBN denominasi rupiah sebesar Rp 2.978,74 triliun dan valas sebesar Rp 1.065,53 triliun.
Meski utang pemerintah mengalami peningkatan, namun rasionya masih dalam level yang aman. Sebagaimana diatur oleh UU 17/2013 tentang Keuangan Negara.
Batas maksimal utang pemerintah adalah sebesar 60% dari PDB. Sedangkan saat ini baru mencapai 30,03% sehingga terbilang masih aman. (pkp/gtp)
Baca selengkapnya: detiknews