Vaksin Nusantara, Belum Masuk PeduliLindungi Terkendala Izin
7 Oktober 2021Vaksin Nusantara besutan eks Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto belum juga mendapatkan restu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, penelitinya mengklaim vaksin ini potensial digunakan sebagai booster untuk vaksin COVID-19 yang ada saat ini.
Vaksin Nusantara merupakan rebranding dari Vaksin Joglosemar, yaitu vaksin COVID-19 yang berbasis dendritik yang dikembangkan oleh para ilmuwan dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Dalam pengembangannya, peneliti menggandeng PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), yang bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc asal California.
Pengembangan vaksin ini digagas pada akhir 2020 saat Terawan masih menjabat Menteri Kesehatan. Selain itu, pendanaan riset vaksin Nusantara juga mendapat dukungan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes.
Berikut beberapa fakta terbaru terkait Vaksin Nusantara yang perlu diketahui.
Diklaim jadi vaksin booster
Peneliti dari tim vaksin Nusantara dr Daniel Tjen, SpS, mengatakan vaksin Nusantara berpotensi untuk menjadi vaksin dosis ketiga atau vaksin booster. Sebab, platform dari vaksin ini mampu memperkuat imunitas.
"Kalau kita lihat lagi laporan terbaru, ternyata antibodi yang dihasilkan pascavaksinasi termasuk yang menggunakan platform mRNA bikinan Pfizer juga setelah 7 bulan ternyata kadar antibodi spike-nya tidak terdeteksi karena memang mekanisme kerjanya berbeda," beber dr Daniel dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/10/2021).
"Pendekatan platform sel dendritik ini lebih banyak kita mengacu pada sel T-nya, memorinya. Jadi besar harapan kita ini sekali lagi karena sifat sel dendritik imunoterapi itu untuk memperkuat imunitas, maka kuat digunakan untuk menjadi vaksin booster apa pun," lanjutnya.
Tak 'terdaftar' di PeduliLindungi
Meski sudah banyak relawan yang menggunakan, ternyata vaksin Nusantara belum terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi. Vaksin ini baru akan terhubung dengan aplikasi tersebut jika uji klinis dan izin edarnya sudah diberikan BPOM.
"Sebagai relawan vaknus juga belum bisa memakai fasilitas di PeduliLindungi untuk perjalanan," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus relawan vaksin Nusantara Emanuel Melkiades Laka Lena.
"Karena ini terkoneksi dengan data internasional hingga data di Indonesia, ini terkoneksi dengan data internasional," kata Melki.
Namun dr Daniel mengatakan kewenangan memasukkan vaksin Nusantara dalam daftar PeduliLindungi ini ada di tangan Kementerian Kesehatan.
"Jadi saya kira apakah vaksin Nusantara ini masuk ke PeduliLindungi, saya kira ini kewenangannya ada di Menkes," pungkas dr Daniel.
Kriteria jadi relawan vaksin Nusantara
Sejak kemunculannya, tak sedikit masyarakat yang ingin berpartisipasi menjadi salah satu relawan dari vaksin Nusantara. Namun dr Daniel mengatakan saat ini timnya masih dalam tahap menyusun protokol yang tepat yang sesuai kaidah dan etika untuk bisa menjadi relawan.
"Pada saat ini peneliti sedang menyusun protokol," ujarnya.
Untuk saat ini, ia masih belum bisa menyebutkan kriteria atau tahapan yang harus dilalui masyarakat agar bisa menjadi salah satu dari relawan vaksin Nusantara. Ia berharap masyarakat berkenan menunggu perkembangan selanjutnya.
"Jika sudah disetujui, masyarakat akan diberi akses apakah mereka eligible untuk jadi relawan atau tidak," kata dr Daniel.
"Nanti akan diberitahukan lagi bagi yang berminat untuk (jadi relawan) ikut uji klinis tahap lanjut," imbuhnya.
Berapa harganya?
Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan vaksin Nusantara ini bakal dibanderol dengan harga yang relatif murah. Namun ia masih belum menyebut berapa pastinya kisaran harga dari vaksin tersebut.
dr Daniel juga mengatakan terkait harga dari vaksin Nusantara ini bukanlah kompetensinya. Menurutnya, harga ini nantinya akan bergantung pada sumber pasokan media nutrisi.
"Bukan kompetensi saya untuk menjawabnya," ujarnya saat ditanya prediksi kisaran harga vaksin Nusantara.
"Itu sangat tergantung kemampuan kita untuk bagaimana ke depan. Apakah media nutrisinya bisa dalam negeri, kemudian apakah antigennya bisa produksi dalam negeri karena kita tahu perusahaan antigen itu cukup mahal," pungkas dr Daniel. (pkp/gtp)
Baca selengkapnya di: detiknews
Fakta Terkini Vaksin Nusantara, Belum Masuk PeduliLindungi Terkendala Izin