Vonis Hanya Langkah Pertama
2 September 2013Selama berminggu-minggu sejumlah besar orang melancarkan protes di ibukota India. Di seluruh negeri mereka mengadakan aksi dan menuntut perubahan mendasar. Itu semua kurang berhasil. Berita pemerkosaan brutal terhadap perempuan dan anak-anak masih terus mengguncang India. Janin perempuan tetap digugurkan. Begitu rendahnya harga perempuan.
Apa India tidak pernah belajar? Itu banyak dipertanyakan. Karena perbuatan ini menyingkap semua kejahatan, yang merongrong India ibaratnya penyakit, dan tetap ingin diselubungi. Yakni rendahnya penghargaan bagi perempuan di semua lapisan masyarakat, juga korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, politisi yang lamban bertindak dan sistem kehakiman yang punya banyak celah.
Batas-Batas Sistem Keadilan
Celah hukum, yang bisa disalahgunakan oleh seorang pria yang saat melakukan kejahatan masih berusia 17 tahun. Sehingga sekarang mendapat hukuman yang ringan. Penjatuhan vonis beberapa kali diundur karena masalah hukum yang bertele-tele. Tetapi ketika tersangka lainnya yang sudah masuk usia dewasa diancam hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati, pengadilan remaja hanya bisa menjatuhkan maksimal tahanan tiga tahun di lembaga pemasyarakatan anak. Hanya itu saja, walaupun mahasiswa yang jadi korban meninggal dua minggu setelah diperkosa, karena beratnya luka-luka yang diderita.
Lamanya hukuman bahkan juga dikurangi, ketika pria itu ditahan selama diperiksa. Padahal belum pasti pula, apakah ia memang benar-benar berusia 17 tahun saat melakukan kejahatan itu. Tapi di negara yang penduduknya 1,2 milyar orang, tidak ada daftar kelahiran yang bisa dijamin kebenarannya, dan hanya dengan beberapa Euro, hampir semua dokumen bisa dipalsukan. Lagi pula lembaga pemasyarakatan anak di India sudah sangat kewalahan mengurus remaja yang melakukan kejahatan berat. India kekurangan tenaga ahli di bidang ini, juga uang dan konsep berkelanjutan. Kuota orang, yang kembali melakukan kejahatan setelah dihukum, tinggi.
Remaja: Berkat atau Kutukan?
Bom waktu mulai berdetik. India adalah negara yang sangat muda. 2020, menurut studi UN Habitat, penduduk India akan jadi penduduk dunia yang termuda. Usia rata-rata nantinya 29 tahun. Keuntungan demografis ini bisa cepat berubah dari berkat menjadi kutukan. Nanti, jika negara tidak mampu membiayai pendidikan dan memberi perspektif masa depan bagi kaum remajanya, jenjang antara miskin dan kaya akan semakin besar.
Pacar mahasiswi yang diperkosa berhasil selamat dari serangan enam pemerkosa. Ia bercerita tentang pria muda yang digambarkannya sebagai setan, dan paling keji di antara semua pemerkosa. Di media-media India banyak diceritakan riwayat pria muda itu. Si pemerkosa muda berasal dari keluarga miskin, anak bungsu dari enam bersaudara, dan tidak pernah mendapat sokongan, atau merasa disayang. Ketika berusia 11 tahun ia meninggalkan rumah tanpa pendidikan sekolah. Itu lingkaran setan yang sudah biasa. Ia termasuk dua pertiga rakyat India, yang tidak mendapat keuntungan dari boom perekonomian.
Mereka tidak merasakan kenyamanan yang bisa diperoleh kelas menengah. Mereka tidak punya harapan dan menderita frustrasi. Mungkin mereka juga iri kepada perempuan muda yang jadi korbannya. Ia bisa berkuliah, bisa menonton bioskop dan pulang bersama pacarnya. Ia bisa menikmati hidup dan punya masa depan. Mereka ingin memberi pelajaran kepada mahasiswi itu, begitu dikatakan beberapa pemerkosa. Tapi di bawah pengaruh alkohol dan bahkan mungkin obat terlarang, itulah teman akrab orang-orang yang tersingkir di India, tindakan tersebut berubah menjadi kejahatan yang tidak bisa dimaafkan.
Sementara itu, data-data badan negara yang mencatat kejahatan di India memberi alasan untuk berfirasat buruk. Antara tahun 2006 dan 2010, dilaporkan terjadinya 709 pembunuhan, yang dilakukan remaja. Di tahun 2011 saja jumlahnya sudah sampai 888, artinya kenaikan sekitar 31%. Sekarang tinggal tergantung India, pemimpin politik dan rakyatnya, untuk mengatasi masalah ini. Agar kematian perempuan muda itu tidak sia-sia.