1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bertahan di Tengah Krisis Energi Berkat Pompa Panas

Gero Rueter
20 Oktober 2022

DW mengulik lima perusahaan yang berupaya mengganti gas alam dengan pompa panas untuk memangkas biaya energi serta memotong emisi CO2 yang memanaskan planet.

https://p.dw.com/p/4IQC9
Keju di tempat penyimpanan milik perusahaan Gais di Swiss
Keju di tempat penyimpanan milik perusahaan Gais di SwissFoto: Berg-Käserei Gais AG

Dari produsen keju hingga pabrik semen, perusahaan perlu mengatur panas dan dinginnya suhu udara dalam proses produksi produk mereka. Minyak dan gas menjadi bahan bakar utama yang dipakai oleh industri untuk mengontrol suhu. Dengan murahnya harga bahan bakar fosil dalam waktu sekian lama, industri memiliki sedikit insentif untuk memasang teknologi yang lebih berkelanjutan.

Namun, perang di Ukraina dan lonjakan tajam harga gas memaksa para pengusaha untuk memikirkan kembali sumber energi mereka. Di sinilah pompa panas mulai banyak dipakai. Produsen sistem pemanas ramah iklim dengan menggunakan pompa panas pun mengatakan bahwa mereka mendapatkan lebih banyak pesanan dari pabrik-pabrik.

Perangkat pompa panas bekerja dengan mengekstraksi kehangatan dari udara, tanah, air, atau limbah panas yang dihasilkan dalam proses industri. Perangkat ini dapat digunakan untuk menghangatkan bangunan atau untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan dalam proses manufaktur industri.

Pompa panas biasa yang kebanyakan dipakai di Eropa agar rumah tetap hangat di musim dingin dapat menghasilkan panas hingga mencapai suhu 95 derajat Celsius. Namun, suhu ini tidak cukup tinggi bagi banyak proses manufaktur.

Saat ini, pompa panas suhu tinggi jenis khusus bisa mencapai 165 Celsius, sementara beberapa pompa panas yang masih tengah dikembangkan mampu mencapai suhu 300 derajat Celsius. Di masa depan, pompa panas diperkirakan akan bisa memasok 30% dari panas yang diperlukan untuk produksi hingga mencapai 400 derajat Celsius, menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Badan Energi Internasional.

Namun, saat ini beberapa industri sudah menggunakan pompa panas skala besar dengan hasil yang positif.

Pompa panas untuk menguatkan aroma cokelat

Pernah bertanya-tanya mengapa aroma cokelat begitu lezat? Nah, aroma lezat itu berasal dari proses yang dikenal sebagai conching, proses saat massa cokelat diaduk pada suhu 60 derajat Celsius selama beberapa jam. Semua perusahaan cokelat menggunakan proses pemanasan dan pendinginan untuk membuat produk favorit dari biji kakao ini. Namun, sebagian besar masih menggunakan gas untuk mengatur suhu.

Perusahaan Swiss, Maestrani, melakukan hal yang sedikit berbeda. Untuk menjaga suhu conching tetap stabil, perusahaan ini menggunakan pompa panas yang ditenagai limbah panas dari mesin pendinginnya sendiri.

Karena pompa panas dan lemari es bekerja menggunakan prinsip yang sama, mesin baru di pabrik cokelat itu pun menggabungkan proses pemanasan dan pendinginan. Konsumsi energi telah turun 20%, dan memotong jumlah CO2 yang dikeluarkan setiap tahun sebesar 170 ton, kata perusahaan ini. 

Bagaimana cara kerja pompa panas?
Bagaimana cara kerja pompa panas?

Bisa juga untuk buat keju

Salah satu pusat data di Swiss mencoba memproduksi keju dengan limbah panas dari pendinginan servernya. Perusahaan ini bekerja sama dengan produsen keju gunung Gais, dengan menghangatkan air ke suhu 85 derajat Celsius dengan pompa panas. Air tersebut kemudian digunakan untuk mempasteurisasi hingga sekitar 50.000 liter susu untuk produksi keju setiap harinya.

Menurut perhitungannya sendiri, produsen keju yang terletak di perbukitan Alpine di timur laut Swiss ini mengklaim telah menghemat sekitar 2 juta kilowatt jam gas per tahun. Perusahaan hanya menggunakan pemanas gas dalam keadaan darurat atau jika pekerjaan perbaikan sedang dilakukan agar produksi tidak terganggu.

Berguna untuk keringkan batu bata

Produksi batu bata adalah pekerjaan yang intensif energi yang melibatkan pencampuran lempung, tanah liat dan pasir dengan air, membentuk batu bata dan kemudian mengeringkannya. Setelah itu, adonan ini akan dibakar dalam tungku pada suhu hingga 1.000 derajat Celcius.

Namun, sejak 2019 sebuah pabrik batu bata di Kota Uttendorf, Austria, telah menggunakan udara buangan dari tungku untuk menyalakan pompa panas bersuhu tinggi untuk mengeringkan batu bata. Langkah ini tampaknya telah memangkas penggunaan gas sebanyak 30% dan telah menghasilkan 2.000 hingga 3.000 ton lebih sedikit emisi CO2 per tahun.

Pabrik tersebut dioperasikan oleh Wienerberger AG, produsen batu bata terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 200 lokasi produksi di 28 negara. Wienerberger juga berencana memasang pompa panas bersuhu tinggi di Polandia, Inggris, dan Belanda. Di pabrik mereka di Uttendorf, tungku listrik juga akan segera menggantikan tungku gas.

Jerman akan bangun pompa panas terbesar di dunia

Perusahaan kimia multinasional Jerman, BASF, berencana memasang salah satu pompa panas terbesar di dunia dengan output 120.000 kilowatt di pabrik utamanya di Ludwigshafen, Jerman.

Pompa ini akan menggunakan limbah panas dari sistem pendingin air di pabrik itu sendiri. Pompa tersebut bisa menghasilkan hingga 150 ton uap per jam, sangat mengurangi konsumsi gas alam dan memotong emisi CO2 hingga 390.000 ton per tahun, kata BASF. 

Bantu dekarbonisasi proses produksi

Di pabrik makanan dan pakan ternak di Pischelsdorf, Austria, grup produsen makanan internasional AGRANA menggunakan pompa panas bersuhu hingga suhu 160 derajat Celsius untuk mengekstraksi air dari gandum.

Tepung kering yang dihasilkan telah digunakan dalam industri makanan sebagai bahan pengikat dan pengental untuk saus, sup, dan puding.

Menurut lembaga penelitian Austria, AIT, pompa panas menyediakan sekitar 10% dari daya pemanas yang digunakan di pabrik ini. Pompa suhu tinggi seperti ini dapat diintegrasikan ke dalam pabrik yang ada di banyak tempat, menurut Veronika Wilk, ahli pompa panas industri di AIT.

Lebih dari sepertiga proses produksi di seluruh dunia dapat menggunakan teknologi ini di masa depan, misalnya di industri kertas, makanan, dan kimia.

"Penggunaan kembali panas limbah yang tidak terpakai sangat mengurangi kebutuhan bahan bakar fosil dan mengarah pada dekarbonisasi proses (industri)," ujar Wilk.

(ae/yf)