Era Abu Bakar Ba’asyir Sudah Berakhir
8 Januari 2021Pengamat terorisme Al Chaidar menilai pembebasan Abu Bakar Ba’asyir (ABB) dari Lapas Khusus Kelas IIA Gunung Sindur di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (08/01), tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap gerakan terorisme dan keamanan dalam negeri.
“Pada dasarnya bebasnya Ustaz Abu Bakar Ba’asyir ini tidak punya efek yang terlalu berbahaya kepada pemerintah Indonesia pada saat ini karena boleh dikatakan Ustaz Ba’asyir sudah tidak memiliki pengaruh yang kuat lagi terhadap para pengikutnya. Sudah putus hubungan dengan Al Qaeda, ISIS, dan dia sekarang seperti floating leader (pemimpin yang melayang-layang). Pemimpin yang sudah ditinggalkan pendukungnya,” ucap Chaidar saat diwawancarai DW melalui sambungan telepon.
Chaidar menjelaskan secara rinci tentang banyaknya pendukung Ba’asyir yang berpaling. Bermula saat Ba’asyir meninggalkan Jamaah Islamiyah (JI) dan bergabung ke Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Kemudian ABB mengkritisi sistem organisasi MMI dengan sebutan “sistem Yahudi” sehingga membuat orang-orang MMI di seluruh cabang di Indonesia kecewa.
Selanjutnya Ba’asyir meninggalkan MMI dan mendirikan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Pada tahun 2014, saat Ba’asyir menjalani vonis hukuman penjara, ia justru meninggalkan JAT dan bergabung dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berbaiat kepada ISIS. Perpindahan Ba’asyir ke JAD membuat pemimpin Al Qaeda geram, pasalnya selama ini Al Qaeda berada di belakang kegiatan Jamaah Islamiyah di Indonesia dan ISIS merupakan musuh utama mereka. Tak heran jika Al Qaeda menarik seluruh dukungan terhadap pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki itu.
Tepatnya pada tahun 2018, ketika Ba’asyir tidak lagi memiliki banyak massa pendukung, ia akhirnya keluar dari JAD. “Dia akan menerima kenyataan bahwa NKRI adalah sebuah negara yang terlalu besar untuk dilawan oleh sebuah pergerakan tanzim radikal, semacam Jamaah Islamiyah ataupun yang lain. Jadi dia sendiri sudah tidak memiliki akar yang kuat dari pendukung-pendukungnya di kalangan JI, MMI, JAT, JAS, sudah tidak ada lagi dan kelihatannya memang karier politiknya sudah berakhir,” terang Chaidar.
Senada dengan Chaidar, pengamat terorisme Sidney Jones memastikan pembebasan Abu Bakar Ba’asyir pada Jumat (08/01) tidak akan memiliki dampak yang berarti terhadap gerakan terorisme.
“Saya kira tidak akan ada dampak yang signifikan sama sekali, karena sudah lama Ba’asyir dipenjara. Saat ini dia keluar penjara tetapi gerakan ekstrimis sudah berkembang dengan cara yang tidak tergantung pada beliau,” kata Sidney kepada DW.
Selain itu, Sidney Jones yang juga merupakan Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict mengungkapkan kemampuan Densus 88 saat ini sudah jauh lebih baik dan bisa dengan mudah mencegah pergerakan Ba’asyir setelah bebas nantinya.
“Densus 88 lebih profesional dan lebih terampil melakukan cyber patrol untuk melihat pesan-pesan di media sosial yang bersifat ekstrimis sampai akun itu bisa dihapus. Saya kira kalau Ba’asyir mulai bilang sesuatu yang sangat berapi-api, pasti akan ditutup (Densus 88),” ucapnya.
Pasca pembebasan, BNPT masih akan melakukan pemantauan terhadap Ba’asyir. Direktur Penegakan Hukum BNPT, Brigjen Pol. Eddy Hartono menjelaskan kepada DW pihaknya tetap menjalin komunikasi dengan ABB dan keluarga, serta melanjutkan program deradikalisasi.
“Ada dua bentuk komunikasi yang dilakukan BNPT nantinya, yakni terbuka dan tertutup. Terbuka artinya BNPT berkomunikasi dengan pihak keluarga dan Abu Bakar Ba’asyir sendiri. Komunikasi dilakukan secara humanis, karena setiap warga negara setelah menjalani hukuman pemidanaan harus diposisikan haknya sama seperti warga lainnya. Kewajiban negara untuk membina dan memberikan perlindungan kepada mantan narapidana. BNPT akan melanjutkan program deradikalisasi yang memang merupakan amanat undang-undang nomor 5 tahun 2018,” kata Eddy.
Kekhawatiran Australia
Melalui Menteri Luar Negeri Marise Payne, Australia meminta pemerintah Indonesia untuk memastikan Abu Bakar Ba’asyir bukan lagi ancaman setelah dinyatakan bebas murni. "Australia berharap Ba’asyir tidak lagi akan memancing lebih banyak aksi teror saat dia bebas," kata Payne (05/01).
Pengamat terorisme Al Chaidar menyatakan kekhawatiran Australia sangat wajar dan dapat dipahami. “Saya kira itu kekhawatiran politis saja ya, karena Ustaz ABB terkait dengan pemboman Bali yang korbannya kebanyakan warga Australia. Saya kira ini memang sangat wajar kalau pihak Australia menjadi sangat kecewa jika pemerintah membebaskan Ustaz Abu. Sebenarnya hampir tidak ada efek sama sekali karena orang-orang juga tidak akan mau mengikuti Ustaz Abu lagi karena sudah sangat kecewa dengan enam kali perpecahan dalam pergerakan radikal Islam di Indonesia. Setahu saya sel-sel dari kelompok ABB juga sudah pupus, sudah habis semuanya.”
Dosen Antropologi di Universitas Malikussaleh Lhokseumawe itu juga mengungkapkan saat ini sudah tidak ada lagi pengikut yang menjadikan Ba’asyir sebagai referensi. “Mereka pun sudah tidak pernah mengutik fatwa-fatwa atau tausiyah-tausiyah dari ABB dan ini menunjukkan bahwa kelompok-kelompok ini sudah tidak lagi menjadikan Ustaz Abu sebagai referensi,” jelas Chaidar.
Selain itu, BNPT juga memastikan bahwa kondisi terkini pemikiran Ba’asyir terkait paham ekstremisme sudah diteliti dengan seksama oleh Dirjen Pemasyarakatan. “Kalau indikator pemikiran Ba’asyir, beliau kan sudah divonis 15 tahun dan sesuai PP 28 tahun 2006 tentang tata cara pelaksanaan syarat hak warga binaan pemasyarakatan, jadi dia mendapatakan remisi. Syarat remisi dua, berkelakuan baik dan telah menjalankan sepertiga dari hukuman pidananya. Jadi dua kategori itu sudah terpenuhi dan diketahui ABB berkelakuan baik selama dipenjara berdasarkan penilaian yang dilakukan secara seksama oleh rekan-rekan yang ada di Dirjen Pemasyarakatan,” jelas Eddy.
Lebih jauh Sidney menjelaskan ada tekanan dari masyarakat Australia kepada pemerintahnya terkait pembebasan Ba’asyir. “Bisa dimengerti kalau di dalam Australia ada banyak yang marah dan merasa resah bahwa orang yang bertanggungjawab atas kematian keluarga mereka akan bebas begitu saja. Ada banyak tekanan dari publik Australia terhadap pemerintah Australia, tetapi apa yang dilakukan pemerintah Indonesia tidak ada kaitan sama sekali dengan tekanan dari Australia. Ini semuanya dari dinamika di dalam Indonesia sendiri.”
Ganti program deradikalisasi
Al Chaidar menyarankan agar pemerintah melakukan program kontra wacana dan program humanisasi bagi para pelaku aksi teroris. Kedua program tersebut dinilai jauh lebih efektif dibanding program deradikalisasi yang disebut Chaidar sebagai program gagal.
“Dua program ini sangat penting. Program deradikalisasi adalah program yang gagal dan harusnya diganti dengan program yang lain. Kalau kontra narasi itu kan tidak begitu penting programnya karena kelompok-kelompok teroris itu tidak mau mendengar wacana-wacana tentang wawasan kebangsaan, nasionalisme, Pancasila, dan sebagainya, yang mereka mau dengar adalah interpretasi atau tafsiran baru terhadap ayat-ayat, hadits-hadits, dan sirah nabawi,” imbuhnya.
Chaidar menjelaskan bahwa sebuah program seharusnya selalu dinamis, updated, dan mengikuti perkembangan zaman. “Ini saya agak khawatir ya kalau pemerintah tidak serius menangani, maka kemungkinan Indonesia akan hidup lebih lama dengan terorisme.”
Selaku juru bicara BNPT, Eddy Hartono menjelaskan pihaknya tidak underestimate dan terus mengupayakan pencegahan, pemantauan, identifikasi, dan penilaian sesuai tahapan deradikalisasi pada setiap orang yang terlibat tindakan terorisme.
Eddy mengklaim bahwa program deradikalisasi sudah lebih disempurnakan dan hingga saat ini sudah dijalankan dengan cukup efektif. “Boleh-boleh saja orang berpendapat, tetapi yang jelas pemerintah sudah menyepakati dan diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2018. Dulu program deradikalisasi hanya untuk mantan napi, jadi setelah divonis pengadilan baru program tersebut dijalankan. Namun saat ini, sejak seseorang berstatus tersangka, program deradikalisasi sudah dilaksanakan.”
Dalam melakukan program deradikalisasi BNPT juga melibatkan tenaga ahli dari berbagai latar belakang, agama, psikolog, kesehatan, akademisi dari perguruan tinggi, dan pengamat.
“Kalau dilihat dari presentase, langkah ini sudah cukup bagus dan efektif,” ucap Eddy. (ha/vlz)