Korupsi Politik: Ancaman Serius buat Anak Muda!
30 Agustus 2024Baru-baru ini, jagat media sosial Indonesia dihebohkan oleh skandal putusan Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang dinilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal threshold Pilkada.
Banyak yang menduga, putusan Baleg DPR RI ini penuh tekanan dari elite politik yang ingin mencapai kepentingannya sendiri. Fenomena ini semakin mempertegas kalau korupsi politik itu bukanlah sekadar isu pinggiran, melainkan sebuah ancaman serius.
Ketika berbincang dengan DW Indonesia, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan korupsi politik bukan hanya masalah etika, melainkan juga ancaman nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan masa depan generasi muda.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Semua korupsi itu politik
Bivitri menyebut bahwa korupsi itu tidak bisa dipisahkan dari politik karena melibatkan penyalahgunaan kekuasaan politik untuk keuntungan pribadi.
Korupsi itu ‘kan seperti mencuri uang negara, ujarnya, tapi menggunakan wewenang yang dimiliki oleh pejabat dan kewenangan itu pasti persoalan politik, kata Bivitri.
Ia mengatakan, ada dua bentuk utama korupsi politik: korupsi besar dan korupsi kecil. Korupsi besar atau state capture itu, ketika yang berkuasa menggunakan pengaruhnya untuk membuat kebijakan yang menguntungkan mereka dan kelompoknya, dan biasanya mengorbankan kepentingan publik, jelas Bivitri.
Sementara korupsi kecil itu terjadi pada level yang lebih rendah, seperti suap atau nepotisme. Meski dampaknya terlihat lebih kecil, korupsi kecil tetaplah merusak karena berkontribusi pada budaya impunitas dan menggerogoti kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Bukan cuma otak-atik peraturan, ini bahayanya korupsi politik!
Bahaya dari korupsi politik tidak hanya sebatas kerugian finansial atau praktik bisnis yang tidak adil. Ancaman terbesar dari korupsi politik adalah kemampuannya dalam merusak demokrasi itu sendiri, ungkap Bivitri.
Ketika keputusan politik didorong oleh motif korupsi, kepentingan publik akan dikesampingkan demi meraup keuntungan individu atau kelompok yang bisa membeli pengaruh. Ini akan merusak proses demokrasi, menciptakan kebijakan yang tidak mencerminkan kehendak rakyat, dan memperburuk ketidaksetaraan sosial.
Meskipun ada undang-undang untuk menjerat hukum para pejabat yang melakukan tindak korupsi, Bivitri mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia ini sering kali tidak efektif.
"Masalahnya, bukan kurangnya undang-undang, tapi kurangnya penegakan hukum," katanya.
Ketika dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan justru dialihkan demi keuntungan pribadi, generasi muda akan kehilangan akses ke fasilitas dan layanan yang mereka butuhkan.
Tak hanya itu, korupsi politik juga bisa merusak moral dan etika generasi muda. Ketika mereka melihat bahwa kesuksesan sering kali didapat melalui jalan pintas dan cara-cara tidak jujur, generasi muda mungkin akan kehilangan motivasi untuk bekerja keras dan berprestasi secara jujur.
Peran generasi muda melawan korupsi
Salah satu perkembangan paling menjanjikan dalam perang melawan korupsi politik di Indonesia adalah peran aktif generasi muda.
Bivitri melihat bahwa generasi muda saat ini semakin sadar akan bahaya korupsi dan terlihat semakin aktif mendorong perubahan. Ini terlihat dari meningkatnya kampanye di media sosial dan gerakan akar rumput yang berusaha menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para pejabat pemerintah.
"Anak muda punya peran besar dalam melawan korupsi," kata Bivitri. Anak-anak muda saat ini lebih melek dan berani menantang status quo. Mereka paham bahwa skandal-skandal korupsi yang terjadi di Indonesia ini akan memengaruhi masa depan mereka.
Peran kuat media sosial juga cukup diandalkan untuk melawan korupsi politik ini. Bivitri menyoroti bahwa kampanye media sosial memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran tentang korupsi dan menekan pejabat pemerintah untuk bertindak, sehingga terjadi perubahan.
Generasi muda juga akan jadi kelompok yang paling dirugikan oleh korupsi politik ini. Korupsi menghambat peluang untuk mendapat pendidikan yang layak, pekerjaan yang adil, dan masa depan yang cerah.
Percaya adanya perubahan
Meski tantangan dalam memerangi korupsi politik itu sangat berat dan butuh waktu yang cukup lama, Bivitri tetap optimistis bahwa perubahan akan mungkin terjadi.
Saat ini, sudah banyak generasi muda yang berani angkat bicara atau speak up. Mereka tidak hanya melek politik, tetapi juga berani dan aktif mengawal kasus-kasus korupsi.
Dengan semangat dan keberanian yang mereka miliki, generasi muda menjadi garda terdepan dalam upaya membangun Indonesia yang lebih transparan dan bebas korupsi. Inisiatif dan partisipasi aktif mereka menjadi kunci untuk memastikan bahwa masa depan Indonesia tidak lagi dikelabui koruptor, tetapi dibangun di atas fondasi integritas dan keadilan.
Bivitri juga menyoroti fenomena soal "investigasi netizen" dan menilainya positif. Seperti contoh, saat warganet mempertanyakan adanya aktor politik yang turun dari pesawat pribadi dan tidak harus melalui pengecekan bea cukai.
Muncul diskursus hebat di sosial media, yang akhirnya menekan beberapa tokoh politik untuk angkat suara. Bivitri menilai, hal inilah yang hanya bisa terjadi melalui peran aktif anak muda Indonesia. Sederhana, tetapi ampuh membawa sedikit perubahan.
(kp/ae)