Turisme Eropa: Yang Datang Hanya untuk Pesta Tak Diinginkan
31 Agustus 2023Wisatawan yang ideal bagi banyak destinasi wisata di Eropa adalah mereka yang menaruh perhatian pada budaya dan masyarakat lokal, menghormati lingkungan, memiliki perilaku yang santun, dan tidak membuang sampah sembarangan. Kelompok wisatawan ini juga yang cenderung akan setia dan kembali tahun demi tahun dan membelanjakan uangnya selama berlibur.
Karena itu, semakin banyak daerah tujuan wisata ingin menarik lebih banyak wisatawan kaya dan penuh perhatian. "Kami tidak lagi ingin mengukur keberhasilan pariwisata berdasarkan jumlah pengunjung saja, tetapi juga dengan kriteria kualitatif lainnya,” itulah slogan konsep pariwisata Berlin yang baru.
Setelah reunifikasi Jerman, Berlin mengalami ledakan pariwisata yang pesat. Perkembangan ini menguntungkan bagi sebagian orang, tetapi menimbulkan keluhan pada sebagian warga lainnya.
Christian Tänzler dari agen pemasaran "VisitBerlin" mengatakan bahwa seiring berjalannya waktu, penduduk Berlin semakin jengkel dengan pariwisata massal. "Untuk waktu yang lama, fokus sepenuhnya ada pada pertumbuhan jumlah pengunjung,” kata Tänzler. Namun, jika ingin pariwisata berkelanjutan, tambahnya, pariwisata harus menyeimbangkan kebutuhan wisatawan dan penduduk lokal.
Harapannya, warga biasa juga mendapat keuntungan dari wisatawan yang menghabiskan uang di kota. Selain itu, penawaran wisata akan disesuaikan dengan standar kualitas tertentu dan jejak karbon pariwisata harus diminimalkan sebaik mungkin menghadapi perubahan iklim.
Turis yang hanya ingin pesta-pora tidak diinginkan
Berbagai macam aplikasi kini tersedia untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satunya adalah aplikasi "Going Local" dari VisitBerlin, yang memungkinkan wisatawan menemukan lokasi dan atraksi wisata di luar jalur populer. "Itu tidak berarti liburan akan menjadi lebih mahal,” kata Tänzler, seraya menambahkan bahwa strategi mereka dalam mempromosikan pariwisata berkualitas tidak berarti pengunjung harus terdorong untuk membayar layanan kelas atas.
Kota Barcelona di Spanyol juga sedang memikirkan perubahan besar. Banyak penduduk Barcelona ingin melihat lebih sedikit backpacker, yang cenderung tinggal di hostel murah dan berpesta-pora di pantai. Jadi ada upaya untuk meningkatkan kualitas hotel-hotel di kota, menjadikannya lebih mahal dan dengan demikian mengurangi minat wisatawan yang senang pesta-pora saja.
Namun, langkah-langkah itu tidak selalu berhasil baik. Di Mallorca misalnya, salah satu pulau tujuan wisata utama di Spanyol. Selama bertahun-tahun, otoritas berupaya mengurangi turis yang berpesta-pora, antara lain dengan memperbarui hotel-hotel di Mallorca. Akibatnya, jumlah hotel bintang empat dan lima melonjak. Awal 1980-an, hotel bintang satu hingga tiga mendominasi pasar. Saat ini, jumlah penginapan kelas bawah itu hanya tinggal sepertiga dari jumlah penginapan yang ditawarkan. Playa de Palma, yang sangat populer di kalangan turis Jerman, berharap dapat menarik pelanggan yang lebih kaya dan lebih perhatian pada budaya. Meskipun harga kamar hotel meningkat tajam, wisatawan yang suka berpesta-pora masih tetap saja jadi pemandangan dominan.
Biaya masuk untuk wisatawan?
Kota laguna Italia, Venesia, juga ingin mengelola arus pengunjung dengan lebih baik, karena pariwisata massal telah menyebabkan masalah selama bertahun-tahun. Yang penting juga adalah durasi masa tinggal wisatawan, kata juru bicara pemerintah kota Venesia kepada DW. "Kami ingin mereka yang mengunjungi Venesia selaras dengan jiwa dan ritmenya.” Untuk itu, katanya, satu hari saja tentu tidak cukup. Itu sebabnya pemerintah kota berencana meminta para pelancong harian untuk membayar biaya masuk jika ingin berkunjung.
Pariwisata kelas atas memang akan mahal, kata Jürgen Schmude, profesor ekonomi pariwisata di Universitas Ludwig Maximilian di München, Jerman. Di sebagian besar destinasi, katanya, pariwisata berkualitas tinggi disamakan dengan tingkat pendapatan tertentu yang dihasilkan per wisatawan. Namun, memusatkan perhatian pada jenis pariwisata ini berisiko menjadikan perjalanan sebagai urusan elitis, yang hanya mampu dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu. Di sektor wisata tertentu, seperti liburan ski, perkembangan ini telah mendorong banyak masyarakat biasa keluar dari pasar tersebut. "Saat ini, tidak semua orang mampu melakukan perjalanan ski lagi,” kata Jürgen Schmude.
Di Berlin, ada desakan bahwa wisatawan tidak boleh dinilai hanya dari berapa banyak uang yang mereka belanjakan di kota tersebut. "Itu bukan pendekatan kami,” tegas Christian Tänzler dari VisitBerlin. Tapi dia mengatakan, Berlin juga ingin tahu berapa banyak wisatawan yang tertarik pada budayanya, dan mengunjungi 160 museum di kota itu.
(hp/yf)